![]() |
Terlihat anggota DPRK Lhokseumawe Nurbayan M.Kom kunjungi dan beri bantuan kepada balita penderita gizi buruk di Lhokseumawe |
LHOKSEUMAWE | SAMUDERAPOS.COM -- Salah satu tujuan pembangunan di era millennium yang telah tercantum dalam kesepakatan MDG’s adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang di dukung oleh bidang kesehatan. Dimana masalah kesehatan dewasa ini sangat kompleks terjadi di setiap lapisan masyarakat, salah satunya merupakan masalah-masalah gizi yang tak lepas dari masalah Gizi Buruk dan Gizi Kurang.
Demikian disampaikan oleh anggota DPRK Lhokseumawe Nurbayan M.Kom dari Komisi D yang mencakup Dinas Kesehatan kepada Kepala Perwakilan Samuderapos Dahlan Amri, 8 Juni 2023 di Gedung DPRK Lhokseumawe.
Menurut Nurbayan, banyak balita kota Lhokseumawe Provinsi Aceh mengalami masalah gizi buruk dan gizi kurang. Realitas terakhir masih banyaknya jumlah balita yang menderita gizi buruk dan gizi Kurang dalam wilayah kerja Puskesmas di Pemko Lhokseumawe.
Adanya kasus gizi buruk dan kurang terlihat berdasarkan indikator berat badan menurut umur (BB/U) dari hasil penimbangan yang dilakukan di sejumlah Posyandu terhadap Balita dalam wilayah Pemerintah Kota Lhokseumawe.
Salah satu penyebab masih tingginya kasus balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang karena tingkat penemuan dini (deteksi dini) terhadap kasus tersebut yang masih rendah. Seandainya balita yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang telah terdeteksi dan ditangani lebih dini maka prevalensinya dapat dipastikan akan cepat menurun, ujar Nurbayan.
Salah satu upaya dan terobosan yang dilakukan oleh Puskesmas dalam wilayah Pemko Lhokseumawe terkait penurunan angka prevalensi gizi buruk adalah mendirikan ruang perawatan balita gizi buruk (Therapeutic Feeding Centre/TFC).
Berbagai permasalahan yang didapatkan terkait perawatan balita gizi buruk di TFC, mulai dari tingkat kemauan dan kesadaran ibu balita untuk merawat anaknya di TFC yang masih rendah sampai dengan dukungan tokoh masyarakat maupun aparat desa yang masih rendah.
Sebagaimana diketahui bahwa perawatan yang harus dijalani oleh balita gizi buruk di TFC berkisar 2-3 bulan, hal ini sangat memberatkan orang tua balita yang rata-rata mata pencahariannya petani dan peternak, pedagang. Mereka merasa berat apabila terlalu lama meninggalkan rumah dan ternak mereka, sehingga hal inilah yang menjadi alasan mereka menolak untuk merawat anaknya di TFC.
![]() |
Nurbayan M.Kom | anggota DPRK Lhokseumawe |
Menyikapi hal ini, Nurbayan srikandi Parlemen DPRK Lhokseumawe terus berupaya dengan memberikan statemen di media untuk terobosan lain dalam penanganan balita gizi buruk khususnya balita gizi buruk yang menolak dirawat di TFC.
Berbagai terobosan lain yang sudah dilakukan oleh Puskesmas di Kota Lhokseumawe adalah Program Surveilans Gizi Berbasis Masyarakat dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas yaitu Desa Kampung Jawa Baru, Mon Geudong, Desa Kutablang. Adapun rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah membentuk Tim Kewaspadaan Gizi, updating data sasaran balita gizi buruk, pelacakan balita gizi buruk, mapping data sasaran gizi buruk, surveilans gizi oleh kader, Kelas Gizi melalui Pos Gizi Terpadu (POSGIDU) dan Pos Gizi Keliling (POSGILING). Hasil uji coba menunjukkan terjadi penurunan jumlah balita gizi buruk menjadi gizi kurang dan gizi normal.
Nurbayan berharap, Kewaspadaan Gizi dibentuk sebagai upaya pembinaan dan pemantauan dalam penatalaksanaan gizi buruk. Tim ini harus dituangkan dalam SK Kepala UPTD Puskesmas tentang Pembentukan Tim Kewaspadaan Gizi. Adapun susunan Tim terdiri dari programer gizi, programer surveilans, programer promosi kesehatan, dokter Puskesmas, dan bidan desa, terang Nurbayan yang juga ketua Partai PKS Kota Lhokseumawe.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Lhokseumawe Cut Fitri Yani mengatakan, tugas Tim Gizi Buruk dan Kurang secara rinci adalah merencanakan sistem kewaspadaan dini terhadap jejadian luar biasa (KLB) Gizi Buruk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Banda Sakti, Blang Mangat, Muara Dua, Muara Satu.
Melaksanakan updatingdata sasaran balita gizi kurang dan gizi buruk, membuat pemetaan sasaran, surveilans gizi, penyuluhan gizi dan penanggulangan kasus balita gizi kurang dan gizi buruk di wilayah kerja UPTD Puskesmas. Melaksanakan supervisi dan pembinaan melalui Pos Gizi Keliling (POSGILING) dan Pos Gizi Terpadu (POSGIDU). Membuat laporan pertanggungjawaban kepada Kepala UPTD Puskesmas masing-masing.
Lanjut Cut Fitri, sebagai upaya untuk mendapatkan data sasaran yang benar-benar valid dan akurat, sehingga intervensi yang diberikan tepat sasaran, maka perlu dilakukan updating data sasaran balita gizi buruk. Updating data sasaran dilakukan minimal sekali dalam setahun, baik dilakukan pada awal tahun, pertengahan tahun maupun disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang.
Tahap selanjutnya setelah dilakukan updating adalah melakukan kegiatan pelacakan terhadap balita gizi buruk yang ditemukan pada saat updating data. Kegiatan ini dilakukan oleh Tim dari Puskesmas (Tim Kewaspadaan Gizi), tujuannya untuk memastikan apakah balita tersebut benar-benar status gizinya tergolong buruk atau kurang, sehingga dapat segera dilakukan intervensi/tindak lanjut yang secara cepat dan tepat.
Data balita yang mengalami gizi buruk selanjutnya dilakukan mapping (pemetaan sasaran). Hal ini bertujuan untuk mempermudah petugas kesehatan dalam memantau wilayah mana yang menjadi kantong balita gizi buruk serta mempermudah dalam koordinasi dan penanggulangannya.
Surveilans gizi dilakukan setiap minggu oleh kader kesehatan dengan mengunjungi rumah balita gizi buruk serta mengadakan pengamatan secara terus-menerus terhadap tumbuh kembang balita gizi buruk dan kurang yang merupakan kelompok binaannya masing-masing.
Kegiatan surveilans gizi difokuskan pada pengukuran antropometri (Berat Badan, Panjang Badan/Tinggi Badan, Lingkat Lengan Atas (LILA), pemantauan porsi PMT Pemulihan (Pan-Enteral) yang dikonsumsi balita, serta berbagai bentuk keluhan/penyakit penyerta yang dialami balita.
Hasil pemantauan kader dicatat dalam buku harian kader dan kartu Tumbuh Kembang Balita yang ada di rumah masing-masing balita. Apabila saat surveilans gizi ditemukan keluhan/kelainan (seperti muntah, diare, panas dan sebagainya), kader harus segera melaporkan kepada bidan desa untuk segera ditindaklanjuti. Selanjutnya bidan desa melaporkan hasil pemeriksaannya pada Tim Kewaspadaan Gizi untuk mendapatkan penanganan gizi dan medis segera.
Cut Fitri menambahkan, Kegiatan kelas gizi dilaksanakan di Pos Gizi Terpadu (Posgidu) dimana fokus kegiatannya adalah penyuluhan gizi, cara membuat formula gizi yang bersumber dari makanan lokal, hypno parenting (cara mengasuh balita secara benar), serta cara mengelola pekarangan rumah melalui tanaman yang bergizi.
Dalam setiap kelompok kelas gizi harus ada yang ditunjuk menjadi penanggung jawab kegiatan, bisa dari anggota kelompok atau bisa dari kader Posyandu. Jumlah anggota dalam satu kelompok sebanyak 10-15 orang terdiri dari ibu balita dan balita gizi buruk/kurang atau menyesuaikan dengan keadaan.
Dampak gizi buruk pada anak
Anak-anak yang tidak mendapatkan nutrisi yang cukup berpotensi mengalami komplikasi serta gangguan kesehatan jangka panjang, seperti di bawah ini.
1. Gangguan kesehatan mental dan emosional
Menurut Children’s Defense Fund, anak-anak yang kekurangan asupan nutrisi berisiko menderita gangguan psikologis. Sebagai contoh, rasa cemas berlebih maupun ketidakmampuan belajar, sehingga memerlukan konseling kesehatan mental.
Kekurangan zat besi menyebabkan gangguan hiperaktif, Kekurangan yodium menghambat pertumbuhan, Kebiasaan melewatkan waktu makan atau kecenderungan pada makanan mengandung gula juga berkaitan dengan depresi pada anak, Gizi buruk juga membawa dampak yang buruk bagi perkembangan dan kemampuan adaptasi anak pada situasi tertentu.
2. Tingkat IQ yang rendah
Menurut data yang dilansir pada National Health and Nutrition Examination Survey, anak-anak dengan gizi buruk cenderung melewatkan pelajaran di kelas sehingga anak tidak naik kelas. Anak menjadi lemas, lesu, dan tidak dapat bergerak aktif karena kekurangan vitamin, mineral, dan nutrisi lainnya.
Hal ini didukung oleh data World Bank yang juga mencatat hubungan antara gizi buruk dan tingkat IQ yang rendah. Anak-anak ini juga mungkin mengalami kesulitan mencari teman karena masalah perilaku mereka. Gagalnya anak untuk mencapai aspek akademis dan sosial akibat gizi buruk tentu saja memiliki dampak negatif yang berkelanjutan sepanjang hidupnya apabila tidak segera disembuhkan.
3. Penyakit infeksi
Dampak gizi buruk lainnya yang kerap kali terjadi adalah risiko penyakit infeksi. Ya, anak dengan gizi yang kurang akan sangat rentan mengalami penyakit infeksi, seperti gangguan pencernaan anak. Hal ini disebabkan oleh sistem kekebalan tubuhnya yang tak kuat akibat nutrisi tubuh yang tidak terpenuhi.
Ada banyak vitamin dan mineral yang sangat memengaruhi kerja sistem kekebalan tubuh, misalnya vitamin C, zat besi, dan zink. Bila kadar nutrisi tersebut tidak tercukupi, maka sistem kekebalan tubuhnya juga buruk. Belum lagi jika ia kekurangan zat gizi makro seperti karbohidrat dan protein yang merupakan sumber energi dan pembangun sel-sel tubuh. Kekurangan nutrisi tersebut akan membuat fungsi tubuhnya terganggu.
4. Anak pendek dan tidak tumbuh optimal
Pertumbuhan dan perkembangan si kecil yang terhambat adalah dampak gizi buruk pada anak. Di masa pertumbuhan, si kecil sangat memerlukan zat protein yang diandalkan untuk membangun sel-sel tubuh dan karbohidrat sebagai sumber energi utama tubuh. Bila tidak ada protein dan zat nutrisi lainnya, bukan tidak mungkin pertumbuhan si kecil terhambat bahkan berhenti sebelum waktunya.
Maka itu penting bagi Anda untuk terus memantau kesehatan sang buah hati, apalagi jika ia masih dalam usia di bawah lima tahun. Lewat mengetahui status gizinya, Anda juga akan mengetahui apakah perkembangan si kecil normal atau itu. Untuk itu, sebaiknya selalu periksakan anak ke dokter dengan rutin.
Panduan penanganan gizi buruk pada anak
balita yang kekurangan gizi
Sesuai dengan penatalaksanaannya, Kementerian Kesehatan RI membagi penanganan gizi buruk pada anak dibagi atas 3 fase.
1. Fase stabilisasi
Fase stabilisasi adalah keadaan ketika kondisi klinis dan metabolisme anak belum sepenuhnya stabil. Dibutuhkan waktu sekitar 1—2 hari untuk memulihkannya, atau bahkan bisa lebih tergantung dari kondisi kesehatan anak. Tujuan dari fase stabilisasi yakni untuk memulihkan fungsi organ-organ yang terganggu serta pencernaan anak agar kembali normal. Dalam fase ini, anak akan diberikan formula khusus berupa F 75 atau modifikasinya, dengan rincian ini.
Susu skim bubuk (25 gr). Gula pasir (100 gr).
Minyak goreng (30 gr). Larutan elektrolit (20 ml). Tambahan air sampai dengan 1000 ml.
Fase stabilisasi bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pemberian susu formula sedikit tapi sering Pemberian formula khusus dilakukan sedikit demi sedikit tapi dalam frekuensi yang sering. Pemberian susu formula setiap hari Pemberian formula khusus dilakukan selama 24 jam penuh. Jika dilakukan setiap 2 jam sekali, berarti ada 12 kali pemberian.
Jika dilakukan setiap 3 jam sekali, berarti ada 8 kali pemberian. ASI diberikan setelah susu formula khusus Bila anak bisa menghabiskan porsi yang diberikan, pemberian formula khusus bisa dilakukan setiap 4 jam sekali. Otomatis ada 6 kali pemberian makanan. Jika anak masih menyusui ASI, pemberian ASI bisa dilakukan setelah anak mendapatkan formula khusus.
Bagi orangtua, sebaiknya perhatikan aturan pemberian formula seperti: Lebih baik gunakan cangkir dan sendok daripada botol susu, meskipun anak masih bayi.
Gunakan alat bantu pipet tetes untuk anak dengan kondisi sangat lemah.
2. Fase transisi
Fase transisi adalah masa ketika perubahan pemberian makanan tidak menimbulkan masalah bagi kondisi anak., Fase transisi biasanya berlangsung selama 3-7 hari dengan pemberian susu formula khusus berupa F 100 atau modifikasinya.
Kandungan di dalam susu formula F 100 meliputi. Susu skim bubuk (85 gr)1wQ.
Gula pasir (50 gr). Minyak goreng (60 gr).
Larutan elektrolit (20 ml). Tambahan air sampai dengan 1000 ml. Fase transisi bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Pemberian formula khusus dengan frekuensi sering dan porsi kecil. Paling tidak setiap 4 jam sekali. Jumlah volume yang diberikan pada 2 hari pertama (48 jam) tetap menggunakan F 75. ASI tetap diberikan setelah anak menghabiskan porsi formulanya. Jika volume pemberian formula khusus tersebut telah tercapai, tandanya anak sudah siap untuk masuk ke fase rehabilitasi.
3. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah masa ketika nafsu makan anak sudah kembali normal dan sudah bisa diberikan makanan agak padat melalui mulut atau oral. Akan tetapi, bila anak belum sepenuhnya bisa makan secara oral, pemberiannya bisa dilakukan melalui selang makanan (NGT). Fase ini umumnya berlangsung selama 2—4 minggu sampai indiktor status gizin BB/TB-nya mencapai -2 SD dengan memberikan F 100.
Dalam fase transisi, pemberian F 100 bisa dilakukan dengan menambah volumenya setiap hari. Hal ini dilakukan sampai saat anak tidak mampu lagi menghabiskan porsinya. F 100 merupakan energi total yang dibutuhkan anak untuk tumbuh serta berguna dalam pemberian makanan di tahap selanjutnya.
Secara bertahap, nantinya porsi menu makanan anak yang teksturnya padat bisa mulai ditambah dengan mengurangi pemberian F 100. Panduan menangani anak dengan gizi buruk di rumah camilan untuk gizi buruk, melalui tiga fase ini diharapkan pertumbuhan balita akan semakin membaik. (ADVERTORIAL)