![]() |
Launching buku karya Sekretaris Jenderal DPP ISAD Aceh, Dr Teuku Zulkhairi, MA. Foto| Ist |
BANDA ACEH | SAMUDERAPOS.COM - Dayah di Provinsi Aceh untuk senantiasa mengajarkan Israel Wasathiyah kepada santri dalam rangka untuk mencegah/membendung sikap Radikal dalam Beragama. Kajian yang diinisasi oleh Tastafi Banda Aceh kerjasama dengan Hotel Kyriad Muraya dan Hermes Palace sudah berlangsung 98 kali. Jelang 100 kali kajian, insya Allah akan dibuat kajian akbar.
Adapun para peserta sebanyak 200 orang, dari kalangan santri, mahasiswa, utusan Kanwil Kementerian Agama Aceh, Dinas Pendidikan Dayah Aceh, KNPI Aceh, ISKADA, BKPRMI Aceh dan sebagainya.
Tgk Mustafa Husen Woyla, S.Pd.I Ketum DPP ISAD Aceh dan Wakil Pimpinan Darul Ihsan, dalam sebuah silaturahmi DPP ISAD Aceh ke kediaman Allahyarham, Abu Tumin Blang Blahdeh mengatakan dalam menafsiri hadist perpecahan umat, mengatakan jika bukan ahlusunnah waljamaah juga umat nabi, mereka hanya berdosa/fasiq bukan keluar dari islam. Kalau masuk neraka, meninggalkan kewajiban lain juga masuk neraka. Jadi, ulama besar Aceh juga sangat moderat dalam menyikapi perbedaan antar friksi islam.
Launching buku karya Sekretaris Jenderal DPP ISAD Aceh, Dr Teuku Zulkhairi, MA Judul Buku “Praktik Islam Wasathiyah Di Institusi Dayah, Membendung Sikap Radikal Dalam Beragama.
Acara dimulai dengan Shalawat kepada Rasulullah Saw dalam rangka Menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW oleh Majelis Zikir Rateb Mini Selection pimpinan Ustaz H. Umar Rafsanjani, Lc, MA.
Sebelum dimulai Launching Buku diawali dengan penyerahan buku kepada perwakilan peserta dan undangan. Adapun poin-poin yang disampaikan saat penyampaian launching buku oleh Dr Teuku Zukhairi, MA selaku Penulis Buku Sekretaris Jenderal DPP ISAD Aceh yang juga, Mudir Ma'had Aly Babussalam Al Hanafiah Matangkuli dan Dosen UIN Ar-Raniry.
Penulis Dr. Zulkhairi, sebelum menulis buku ini saya terinspriasi setelah membaca kitab karangan Prof Dr Yusuf Al-Qardhawy yang berjudul “al-Khaṣāiṣ al-‘Ammah lil Islām”.
Dalam kitab ini, Yusuf Al Qardhawy menjelaskan tujuh karakteristik ajaran Islam yaitu Rabbaniyah (Ketuhanan), Insaniyah (Kemanusiaan), Syumuliyah (Universal/Konferensi), Wasathiyah (Seimbang/di tengah-tengah), Al Waqi'iyah (realistis), al-Wudhuh (jelas/terang) dan al-Jam'u baina at Tsabit wal al-Murunah (Fleksibel).
Diijelaskan bahwa Wasathiyyah merupakan salah satu karakteristik yang menunjukkan keistimewaan dan ketinggian ajaran Islam. Dengan karakteristiknya yang Wasathiyah, Islam merupakan agama yang senantiasa seimbang (tawazun) dalam semua persoalan, selalu berada di poros tengah, sangat solutif terhadap permasalahan manusia. Makanya di Barat disebut “Islam is the solution”, Islam adalah satu-satunya solusi.
Setelah mempelajari teori tentang Islam Wasathiyah ini, membuat saya tertarik melakukan penelitian tentang bagaimana praktik Islam Wasathiyah dipraktekkan di institusi pendidikan Dayah yang merupakan institusi pendidikan tertua di Nusantara yang masih eksis.
Nah, Paradigma Wasathiyah ini dalam praktiknya diamalkan secara baik dalam pembelajaran di Dayah. Hasil penelitian yang dibukukan ini menunjukkan bahwa dayah senantiasa mendidik para santri sikap Wasathiyah (tawazun/seimbang) dalam semua urusan.
Dengan paradigma pendidikan Wasathiyah yang diajarkan di dayah, sehingga membuat para santri yang belajar Islam akan jauh dari pemikiran dan sikap-sikap takfiri, juga jauh tidak ekstrim kanan dan maupun tidak ekstrim kiri. Selain itu membuat para santri senantiasa berada dalam keseimbangan dalam melihat semua urusan dan persoalan.
Dan dengan paradigma Islam Wasathiyah seperti inilah yang membuat institusi pendidikan Dayah di Aceh atau di Nusantara dikenal dengan pesantren terus eksis berabad-abad lamanya. Dalam situasi paling runyam sekalipun, di masa penjajahan, masa konflik hingga masa covid pendidikan Dayah itu terus jalan seperti tidak terpengaruh.
Dalam praktiknya, Zulkhairi mengatakan, praktik Islam Wasathiyah di Dayah terwujud dimana ayah mendidik para santri keseimbangan dunia akhirat.
"Pembelajaran di dayah itu mengintegrasikan orientasi dunia dan akhirat sekaligus. Materi-materi pembelajaran di Dayah yang diajarkan dari sumber kitab-kitab itu bukan hanya mengajarkan untuk bagaimana sukses di akhirat, tapi juga bagaimana sukses di dunia," ujar Zulkhairi saat memberi sambutan di awal kegiatan Launching dan Kajian.
Pada sisi yang lain, kata Zulkhairi, santri di dayah juga diajarkan keseimbangan mengunakan akal dan wahyu.
"Santri di Dayah tidak diajarkan pengetahuan tentang Wahyu secara dogmatis. Sebab di sisi lain para santri juga diajarkan pelajaran tentang ilmu akal atau logika seperti mata pelajaran Mantiq. Jadi itu menjadikan pembelajaran di Dayah seimbang antara kajian tentang Wahyu dan tentang fungsi akal," kata Zulkhairi menerangkan.
Zulkhairi juga menjelaskan bahwa pendidikan di Dayah itu mendidik santri hablumminallah dan hablumminannas sekaligus dengan seimbang.
Hubungan yang dibangun bukan hanya dengan Allah SWT saja melalui serangkaian ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Tapi juga hubungan dengan sesama manusia atau masyarakat juga dibina dengan sangat baik. Bahkan kehadiran dayah-dayah menjadi menyatu dengan masyarakat karena keberadaan dayah di Aceh itu dianggap mampu mewujudkan rasa aman bagi masyarakat sekitarnya.
Dayah juga mengisi mengisi Jasmani dan rohani santri secara seimbang. Raga mereka dibangun dengan olahfisik dan puasa. Sementara rohani mereka disiram dengan tausyiah-tausyiah yang dibutuhkan para santri sehingga memiliki kekuatan jiwa yang kokoh.
Dayah juga mendidik santri jalan tengah ketika dihadapkan pada pilihan ekstrim kanan (wahabisme) dan ekstrim kiri (khurafat, bid'ah dan liberalisme). Dalam konteks aqidah khususnya kepercayaan kepada Allah SWT, dayah mendidik santri bahwa Allah itu ahad, antara Atheisme yang tidak percaya adanya dan Polothiesme yang mempercayai banyak Tuhan. Melalui pembelajaran tauhid, Dayah mendidik santri pemahaman yang kokoh bahwa Allah itu Esa.
Tgk. H. M. Fadhil Rahmi, Lc, M.Ag Alumnus Universitas Al Azhar Mesir dan Senotar DPD RI asal Aceh. Sangat sepakat dengan judul dan isi buku ini, bahkan saya mendukung diperbanyak buku ini. Dan Insya Allah dalam disertasi saya juga akan mengkaji hal yang sama, tentang moderasi agama.
Moderasi agama, ada yang keblablasan ditafsiri oleh para pihak menurut kepentingannya. Buku ini, karya aktifis dayah dari ISAD Aceh menjadi model moderasi atau wasathiyah versi Aceh yang digagas oleh Dayah.
Menurutnya, Al-Qur’an menarasikan mengenai umat Islam sebagai umat yang wasathiyah dalam Q.S al-Baqarah [2]: 143): “Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ummatan wasathan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Islam yg diajarkan di dayah tidak intoleran, menghargai kearifan lokal, menjunjung komitmen kebangsaan, dan tidak mengajarkan radikalisme.
Sementara itu, Tgk H. Faisal M. Nur, Lc, MA Pengurus Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Dosen UIN Ar-raniry mengatakan Islam wasathiyah adalah agama yang dibawa oleh baginda Rasulullah SAW. Makanya tidak asing jika Dr Zulkhairi menemukan islam wasathiyah di dayah, karena sanad bersambung kepada sang pembawa risalah. Bahkan kehidupan di dayah mirip dengan ahlu suffah yang rela hidup miskin hijrah dari mekkah menuju madinah.
Moderasi agama yang sesungguhnya bisa dilihat lansgung dalam piagam madinah. Washatiyah (moderasi) terbagi dua yaitu
1) Moderasi dalam pandangan luas yaitu moderasi antar beragama
2) Washatiyah (moderasi) dalam pandangan khusus yaitu moderasa antar sesama muslim sebab ada dalil yang menjelaskan tentang perpecahan,namun demikian harus mengambil yang banyak pengikut yang swadhul a'adham
Semua umat Nabi Muhammad Saw masuk syurga walaupun kadangkala terlambat masuknya.
Hal terpenting adalah saling menghormati satu sama lain antar sesama muslim supaya ukhuwah islamiyah tetap terjaga dengan baik.
Drs. H.Saifuddin A. Rasyid, M.LIS, Kepala Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) UIN Ar-Raniry Dosen UIN Ar-Raniry.
Penulis Buku, Dr Zulkhairi mendapat salam langsung via saya melalui Whatshap dari sang pencetus Moderasi Beragama , Lukman Hakim Saifuddin mantan Menteri Agama RI, 2014-2019 Maulid.
Pengertian Moderasi agama adalah konsep yang menekankan pada sikap saling menghormati dan toleransi di antara kelompok agama berbeda. Intinya Moderasi agama adalah beragama-lah dengan baik dan benar menurut agama masing-masing.
Moderasi agama bukan seolah agama dan islam yang dimoderasi, tapi tetap atas pengertian moderasi yang telah disepakati. Secara fakta, bahwa di dayah mengajar moderasi agama, dan bisa dilihat langsung dari buku ini.
Merekomendasi buku wasathiyah ini dibaca oleh mahasiswa dan semua kalangan. Toleransi masalah maulid misalnya, kalau dikategori dalam ibadah maka akan jadi masalah, tapi jika itu dikategorikan budaya dan muamalah maka jadi wilayah moderasi agama internal agama. Karena kekacauan itu ada tudingan-tudingan, kalau tidak ditanggapi juga jadi masalah, tapi diberi reaksi secara proporsional agar tidak masuk wilayah radikal juga.
Perlu dijelaskan juga bahwa di dayah dan perguruan tinggi sebenarnya tidak ada dikotomi (pemisah )pendidikan umum dan agama , yang ada fadhu ain dan kifayah, jadi ilmu umum fadhu juga, tapi bersifat kifayah, terangnya. (DAMRY)