Muzakir Manaf (Mualem) |
oleh Muhammad Rizwan Haji Ali
SAMUDERAPOS.ID-- Tulisan ini hanya satu perspektif subjektif saya tentang Mualem. Ada banyak point of view (PoV) lain di luar yang terbuka dikemukakan. Namun, semoga perspektif kita tidak menjadi ghibah saja. Jangan menanggapi dengan bulian, tetapi silahkan kemukakan perspektif yang berbeda.
Saya pribadi beberapa kali bertemu Mualem dalam berbagai keperluan. Berbicara, berdiskusi, dan sempat memberi beberapa saran. Tapi Mualem mungkin tidak begitu mengingat saya. Itu wajar karena beliau berjumpa dengan banyak sekali orang yang keperluannya sangat beragam.
Dari jarak yang agak jauh saya mencoba memahami Mualem dari berbagai sudut pandang.
1. Mualem adalah Panglima yang memimpin perjuangan di Aceh. Wajah beliau yang ganteng dan cool dulu kerap menghiasi surat kabar dan majalah nasional dan lokal saat konflik Aceh dulu. Pasti tidak bisa dipungkiri, penampilan Mualem jauh dari kesan sangar. Hal ini menimbulkan efek positif tersendiri bagi orang luar Aceh yang melihat Mualem.
2. Mualem memiliki kharisma tersendiri di kalangan kombatan dan sipil yang saya rasakan. Banyak kombatan mungkin mengkritisi Mualem karena sejumlah putusan Mualem yang kurang mereka terima, tetapi hal itu akan sirna jika mereka berhadapan langsung dengan Mualem. Terasa bahwa kharisma Mualem begitu kuat.
3. Mualem menerima hasil Pilkada 2017 walaupun tidak puas karena dugaan keterlibatan anasir politik kekuasaan untuk mengalahkannya. Padahal bisa saja Mualem melawan. Menurut saya itu salah satu sikap demokratis Mualem. Tidak mudah menerapkan prinsip demokratis bagi seorang yang terdidik secara ideologis dan militer.
4. Mualem memiliki keterbatasan dalam komunikasi publik. Itu harus kita akui. Namun, justeru disitu terletak autensitas profil Mualem. Mualem tidak biasa melakukan pencitraan yang sesungguhnya menjadi ciri politik elektoral saat ini. Mualem tetap tampil sebagaimana dirinya. Dalam keterbatasannya itulah kekuatannya. Tampil apa adanya.
5. Mualem bukan intelektual apalagi teknokrat. Mualem tidak dididik untuk menjadi itu, tetapi ditempa menjadi pemimpin perang dan mampu beradaptasi dengan cepat dalam kepemimpinan sipil-demokratik . Membandingkan Mualem dengan teknokrat atau birokrat adalah tidak sepadan. Karena alamnya berbeda. Tidak sulit mencari teknokrat atau birokrat karena itu sudah terlembagakan secara baik di birokrasi. Namun, tidak setiap birokrat dan teknokrat adalah pemimpin, walaupun pemimpin bisa saja berasal dari kalangan tersebut.
6. Kesediaan Mualem untuk aktif di Pramuka yang kerap dikritik oleh pendukungnya, adalah salah satu sudut kerendahan hati Mualem untuk menerima bahwa dirinya saat ini adalah bagian dari sistem negara Kesatuan Republik Indonesia. Bisa saja beliau tidak aktif, tetapi itu bisa memunculkan citra negatif dari Pusat dalam konteks reintegrasi pasca konflik. Saya memahami dari sudut itu.
7. Mualem butuh pendamping dari figur yang bisa berkomunikasi dengan akar rumput hingga kelas menengah atas. Dalam pandangan subjektif saya, figur yang bisa berbicara dalam bahasa akar rumput dan juga kalangan lainnya adalah Tu Sop. Saya sudah menulis buku tentang Tu Sop tentang "malakah" komunikasi beliau yang handal disangga oleh kealiman beliau.
Ini pandangan subjektif saya. Perspektif saya bisa saja salah. Namun setidaknya saya sudah menyampaikannya dengan cara yang menurut saya baik. Silahkan menyampaikan perspektif lain yang berbeda tetapi dengan cara yang baik.