LHOKSEUMAWE | SAMUDERAPOS.COM– Istilah stunting mungkin masih terdengar asing di telinga sebagian orang. Padahal, masalah kesehatan satu ini cukup umum terjadi di Indonesia. Bahkan, stunting sendiri menjadi masalah yang mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kota Lhokseumawe.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, Safwaliza, menjelaskan bahwa stunting merupakan permasalahan lintas generasi yang sedang dihadapi secara nasional dan harus segera ditangani, di Indonesia sendiri Stunting menjadi salah satu Program Prioritas Nasional dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bahwa penurunan prevalensi stunting 14% pada Tahun 2024.
“Karena stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak,” ujar Safwaliza kepada Waspada Online, Kamis (6/10).
Ia juga menerangkan, bahwa hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa angka balita stunting di Kota Lhokseumawe sebesar 27,4% berada dibawah rata-rata Provinsi Aceh 32,2% namun berada diatas rata-rata Nasional 24,4%.
Sejak September lalu Kemenkes sedang melakukan kegiatan SSGI di 55 block sample rumah tangga di Kota Lhokseumawe yang hasilnya akan di publish secara nasional di tahun 2023.
Upaya pencegahan stunting, kata Safwaliza, membutuhkan keterpaduan dan kerja sama dari berbagai pihak lintas sektor. Pentingnya integrasi dan koordinasi dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan pengendalian program/kegiatan antar tingkatan pemerintahan dan masyarakat.
Lanjutnya, pencegahan dan penanggulangan stunting melalui intervensi spesifik yang sudah dan terus dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe yang juga telah diperkuat dengan program Gerakan Imunisasi dan Stunting Aceh atau GISA. Serta upaya progresif yang memberikan hasil yang terbaik untuk balita mencapai tinggi badan yang normal sesuai umur sejak calon ibu atau remaja putri.
“Mencegah stunting atau gagal tumbuh harus dilakukan sejak 1000 hari pertama kehidupan anak. Itu artinya, Bunda sudah harus memperhatikan kecukupan gizi sejak awal kehamilan. Serta, remaja putri berpengaruh dalam dalam pencegahan stunting. Penyebab stunting di antaranya karena kurangnya darah atau anemia pada ibu hamil, maka kami mengajak remaja putri untuk meminum tablet tambah darah guna mencegah penyakit anemia,” ujarnya.
Kemudian, kata Safwaliza, berdasarkan data pemeriksaan status gizi balita yang dilakukan oleh tim Puskesmas se-Kota Lhokseumawe dan evaluasi capaian input data Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat ( E-PPGBM) bahwa sampai dengan September 2022 dengan sasaran sebanyak 19.904 balita, telah dilakukan pengecekan sebanyak 12.160 balita. “Ditemukan sebanyak 924 balita di Kota Lhokseumawe dengan kondisi stunting,” katanya.
Oleh sebab itu, kata Safwaliza, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe melalui Dinas Kesehatan ada beberapa poin antara lain:
1. Pembentukan lokasi fokus (lokus) dalam rangka menurunkan prevalensi stunting melalui pencegahan dan intervensi gizi dilakukan dengan pendekatan “Lifecycle” ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, remaja melalui transformasi usaha kesehatan ibu dan anak, Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M), pemberantasan kecacingan, pemberian tablet tambah darah (TTD) kepada remaja putri dan ibu hamil, kesehatan calon pengantin/pasangan usia subur (PUS) dan program sanitasi total berbasis masyarakat (STBM).
2. Pelayanan kesehatan ibu hamil, melalui peningkatan mutu antenatal care (ANC) berkualitas, seluruh Ibu Hamil mengikuti Kelas Ibu Hamil, peningkatan cakupan dan kepatuhan minum Tablet Tambah Darah (TTD), pemberian makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil Kurang Energi Kalori (KEK).
3. Pelayanan kesehatan ibu nifas, setiap ibu nifas mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
4. Pelayanan kesehatan bayi 0–5 bulan, semua bayi baru lahir harus mendapat inisiasi menyusui dini (IMD), ASI Eksklusif dan imunisasi, serta mendapatkan pelayanan dan pemantauan pertumbuhan.
5. Pelayanan kesehatan bayi 6–23 bulan, semua bayi mendapat ASI, makanan pendamping ASI, vitamin A, imunisasi dan mendapatkan pelayanan pemantauan pertumbuhan dan pemberian makanan tambahan (PMT) bagi anak usia 12-23 bulan yang mengalami gizi buruk maupun gizi kurang.
6. Pelayanan kesehatan balita 24–59 bulan dan anak prasekolah, semua mendapat vitamin A, pelayanan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan, pemberian obat cacing, pemberian makanan makanan tambahan (PMT) gizi kurang, gizi buruk dan stunting.
7. Peningkatan mutu imunisasi dilakukan Penguatan komda KIPI, melaksanakan EVM (Effective Vaccine Management) setiap 6 bulan sekali di puskesmas untuk menjamin kualitas dan kuantitas cold chain, melaksanakan DQS (data quality self assessment) dan pelaksanaan RCA (Rapid Convenience Assessment).
Gerakan Imunisasi dan Stunting Aceh (GISA) dimulai tanggal 30 Agustus 2022 di seluruh kabupaten/kota di Aceh. GISA merupakan program yang dicanangkan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Achmad Marzuki untuk mempercepat penanganan stunting dan capaian imunisasi di Aceh.
Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah menyebutkan bahwa GISA merupakan gerakan moral yang harus dilakukan secara bersama-sama.
Taqwallah menambahkan, Pemerintah Aceh melakukan 10 intervensi melalui bidan desa dan puskesmas terhadap program GISA, yaitu; pemberian tablet tambah darah (TTD), screening anemia, pemeriksaan kehamilan, pemberian TTD untuk ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil KEK (kekurangan energi kalori), pemantauan tumbuh kembang anak, ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan protein hewani bagi bayi dua tahun (baduta), tatalaksana balita dengan masalah gizi, dan peningkatan cakupan dan perluasan jenis imunisasi.
Pemerintah Aceh melalui Dinas Kesehatan Aceh, kata Taqwallah, telah mendistribusikan sejumlah obat penambah darah, susu dan makanan tambahan bagi remaja putri, ibu hamil dan balita kepada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe untuk didistribusikan ke seluruh puskesmas.
Di samping itu, Pemerintah Aceh juga menunjuk sejumlah pejabat Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) sebagai orang tua asuh yang akan bertanggung jawab terhadap penanganan stunting dan capaian imunisasi di seluruh kabupaten/kota di Aceh. (ADVERTORIAL)